Ayam Hutan Hijau (Gallus Varius, Shaw 1798) berukuran sedang, panjang tubuh total (diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 60 cm pada ayam jantan, dan 42 cm pada ayam betina (Wikipedia, 2007). Ayam Hutan hijau hanya ada di Indonesia, dalam bahasa daerah, ayam ini disebut dengan berbagai nama seperti canghegar atau cangehgar (Sunda.), ayam alas (Jawa.), ajem allas atau tarattah (Madura.). Ayam ini dalam bahasa Inggris disebut Green Junglefowl, Javan Junglefowl, Forktail, atau Green Javanese Junglefowl; yakni merujuk pada warna dan asal tempatnya.
Ciri Spesifik ayam Hutan Hijau, jengger pada ayam jantan tidak bergerigi, melainkan membulat tepinya; merah, dengan warna kebiruan di tengahnya. Bulu-bulu pada leher, tengkuk dan mantel hijau berkilau dengan tepian (margin) kehitaman, nampak seperti sisik ikan. Penutup pinggul berupa bulu-bulu panjang meruncing kuning keemasan dengan tengah berwarna hitam. Sisi bawah tubuh hitam, dan ekor hitam berkilau kehijauan. Ayam betina lebih kecil, kuning kecoklatan, dengan garis-garis dan bintik hitam. Iris merah, paruh abu-abu keputihan, dan kaki kekuningan atau agak kemerahan, terutama di Jawa Timur sangat dikenal sebagai sumber untuk menghasilkan ayam bekisar.
Ayam Hutan Hijau menyukai daerah terbuka dan berpadang rumput, tepi hutan dan daerah dengan bukit-bukit rendah dekat pantai. Lokasi penyebaran terbatas di Jawa dan kepulauan Nusa Tenggara termasuk Bali. Di Jawa Barat tercatat hidup hingga ketinggian 1.500 m dpl, di Jawa Timur hingga 3.000 m dpl dan di Lombok hingga 2.400 m dpl. Pagi dan sore ayam ini biasa mencari makanan di tempat-tempat terbuka dan berumput, sedangkan pada siang hari yang terik berlindung di bawah naungan tajuk hutan. Ayam Hutan Hijau memakan aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan, aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil seperti laba-laba, cacing, kodok dan kadal kecil.
Ayam ini kerap terlihat dalam kelompok, 2 – 7 ekor atau lebih, mencari makanan di rerumputan. Pada malam hari, kelompok ayam hutan ini tidur tak berjauhan di rumpun bambu, perdu-perduan, atau daun-daun palem hutan pada ketinggian 1,5 – 4 m di atas tanah Ayam Hutan Hijau berbiak antara bulan Oktober-Nopember di Jawa Barat dan sekitar Maret-Juli di Jawa Timur.
Sarang dibuat secara sederhana di atas tanah berlapis rumput, dalam lindungan semak atau rumput tinggi. Telur 3 - 4 butir berwarna keputih-putihan. Ayam Hutan Hijau pandai terbang. Anak ayam hutan ini telah mampu terbang menghindari bahaya dalam beberapa minggu saja. Ayam yang dewasa mampu terbang seketika dan vertikal ke cabang pohon di dekatnya pada ketinggian 7 m atau lebih. Bila terbang mendatar, Ayam Hutan Hijau mampu terbang lurus hingga beberapa ratus meter; bahkan diyakini mampu terbang dari pulau ke pulau yang berdekatan melintasi laut.
Pagi dan petang hari, ayam jantan berkokok dengan suaranya yang khas, nyaring sengau. Mulamula bersuara cek-kreh, berturut-turut beberapa kali seperti suara bersin, diikuti dengan bunyi cek-ki kreh, 10 – 15 kali, dengan jeda waktu beberapa sampai belasan detik, semakin lama semakin panjang jedanya. Kokok ini biasanya segera diikuti atau disambut oleh satu atau beberapa jantan yang tinggal berdekatan. Ayam betina berkotek mirip ayam kampung, dengan suara yang lebih kecil-nyaring, di pagi hari ketika akan keluar tempat tidurnya.
Dari keempat spesies ayam hutan yang ada di Dunia, dan dua spesies diantaranya berada di Indonesia terutama ayam Hutan Merah maka berkembang biaklah jenis-jenis ayam lokal termasuk ayam hibrida pedaging dan petelur yang ada saat ini.
Informasi Penting Kami: Lihat Postingan Paling Bawah